Kehadiran novel
ranah 3 warna, buku kedua dari trilogi negeri 5 menara karya Ahamd Fuadi,
memberikan nuansa baru dalam industri perbukuan di Indonesia . Nuansa yang melahirkan perjuangan
anak muda dalam menggapai impian walau hidup penuh dengan kesusahan dan
keterbatasan. Novel ini bisa dikatakan sebagai perbandingan zaman generasi
muda. Perbandingan semangat juang generasi muda dulu dan sekarang sangat berbeda.
Generasi muda dulu lebih punya elan vital yang bagus daripada generasi muda
sekarang. Padahal kondisi di zaman sekarang bisa dikatakan lebih memadai,
dilihat dari teknologi yang semakin canggih. Menjadikan pengetahuan dan
informasi mudah didapat.
Dikisahkan Alif
“anak kampung” dari maninjau, tamat sekolah di Pondok Madani Ponorogo Jatim. Ia berhasil memperoleh ijazah dengan ujian penyetaraan. Lalu mengikuti
ujian UMPTN dan berhasil kuliah di Universitas Padjajaran Bandung , jurusan Hubungan Internasional.
Sebelumnya Alif mati-matian belajar
mata pelajaran umum selama dua bulan yang seharusnya dipelajari selama tiga
tahun. ia mencoba gaya
neneknya ikut “Tarikat”. Mengurung diri di kamar untuk fokus persiapan ikut
UMPTN. Rasanya memang tampak mustahil. Namun karena kesungguhan Alif dengan “mantra”
Man jadda wajada, Alif mampu mengalahkan kemustahilan. Kalau zaman
sekarang, mustahil generasi muda bodoh karena kesempatan untuk menuntut
ilmu lebih terbuka lebar. Namun yang terjadi generasi muda sekarang membodohkan
dirinya sendiri bergaul dengan teknologi canggih.
Baru beberapa
bulan kuliah Alif mendapat cobaan bahwa ayahnya meninggal dunia. Kehilangan
ayah yang menjadi tulang punggung keluarga membuatnya goyah. Alif mendapat
pesan terakhir dari ayahnya bahwa ia harus membela adik-adik dan amaknya, juga
menyelesaikan sekolah. Alif kebingungan. Bagaimana cara menjalankan amanah dari
ayahnya? Akhirnya Alif memutuskan untuk berhenti meminta uang kepada Amak. Ia
mulai mencari pekerjaan. Mulai dari menjual parfum, songket, bordir, dan tenun
minang. Berjualan keliling memasuki setiap kompleks. hingga hari liburan pun ia
tetap berjualan dan menolak untuk berlibur bersama teman-temannya. Alif juga
pernah dirampok oleh preman-preman dan sempat terkena penyakit tifus selama
satu bulan. kalau Alif mulai mengeluh, ia sekap rapat-rapat mulutnya. Sedangkan
generasi muda sekarang gampang sekali mengeluh. Segala macam curahan hati
tertuang di media sosial.
Rupanya “mantra” man jadda wajada belum cukup untuk menaklukan dunia. Alif menambahkan “mantra”
kedua dari Pondok Madani yang berbunyi: man
shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung. Akhirnya Alif mulai
menemukan pekerjaan yang cocok dengannya yaitu menulis artikel di koran-koran
nasional. Sebelumnya Alif ditempa keras oleh Bang Togar untuk belajar menulis. Kini
ia mulai bisa menghidupkan dirinya sendiri dan bisa mengirim uang ke Amak.
Keinginannya
untuk belajar di benua Amerika tetap menggebu-gebu. Alif berhasil mengikuti tes
pertukaran pelajar di benua Amerika, tepatnya di Negara Kanada. Dalam mengikuti
pertukaran pelajar, Alif berambisi untuk bisa mempersembahkan medali emas dan
menunjukkan kepada dunia bahwa ia bisa berprestasi. Ia ingin mengalahkan Rob,
pemuda berkebangsaan Kanada yang arogan. Akhirnya dengan kerja keras dan
memantapkan segenap daya dan upayanya, ia berhasil bersama Francois Pepin
merebut medali emas.
Alif bersama
duta Indonesia lainnya juga
mengadakan upacara bendera, pameran budaya dan pameran makanan tradisional Indonesia
untuk memperingati hari pahlawan. Di alur ini, pembaca disuguhkan rasa haru
nasionalisme. tampaknya semakin tua Negara Indonesia semakin berkurang rasa
nasionalisme terutama pada generasi muda sekarang. Orang zaman sekarang sudah
berperilaku indivudualisme dan yang lebih memuakkan lagi, generasi muda
sekarang sangat aktif di jejaring sosial namun pasif di ruang kenyataan.
Kehidupan pemuda-pemudi
pasti tidak lepas dari urusan percintaan. Ahmad Fuadi juga menuangkan aroma
cinta di novel ini. Namun cara penyajian dan sikap Alif dalam memandang cinta
sangat berbeda dengan percintaan masa kini. Alif tidak punya kalimat-kalimat gombal untuk merayu raisa. Alif berusaha
menjadi laki-laki yang baik dan sukses agar bisa menarik perhatian raisa. Alif
juga sabar menunggu selama bertahun-tahun walau akhirnya cintanya tak sampai,
ia bangkit dari perasaannya yang hancur. Karena sesungguhnya setiap manusia
pasti akan mendapatkan pasangan yang sesuai dengan cerminan diri masing-masing.
Setelah selesai
membaca novel ini, semangat saya semakin membara untuk lebih keras meraih
impian. Selain itu saya juga merasa gelisah. banyak generasi muda sekarang yang
menyalahgunakan teknologi. Seperti terlalu lama bermain game, media sosial, dan lain sebagainya. Atau mungkin karena
terlalu mudah mendapatkan pengetahuan dan informasi, menjadikan generasi muda
“santai” dalam menggapai prestasi. Padahal generasi muda sekarang harus
bersiap-siap menghadapi zaman globalilasi yang akan semakin maju. Novel ini
cocok dibaca oleh generasi muda sekarang karena ceritanya memberi semangat dan
inspirasi.
semangat temanku,,, aku selalu mendukung mu agar menjadi sukses
BalasHapusmemiliki impian yang hampir sama semoga kita bisa mendapatkan itu semua
fighting we can do it right :)
Amin. semangat juga kawanku. pokoknya kita harus sukses! keep Man jadda wajada:)
BalasHapus