Di antara
kenangan-kenangan yang basah ini, dan di antara waktu yang terus memaksaku
menjadi binatang dalam musibahmu. Segala hidup ini mirip denganmu. Aku melihat
pengendara di kemacetan, orang-orang yang menyebrang jalan, penjual Koran dan
bunga di pinggir jalan, orang-orang yang menunggu bus datang: setiap orang
mirip denganmu. Jadi kupikir, meski kenyataannya kau tidak ada di sini, aku
selalu melihatmu di setiap langkahku. Cukup menghibur. Cukup menyakitkan.
Pekerja buruh yang
sangat mencintaimu ini runtuh, merangkak di pinggir jalan. Bekas perkelahian
dengan sesama buruh. Luka-luka di kakiku tergesek. Meninggalkan darah yang
menempel di aspal. Butiran-butiran keringat ini beku dan mengeras, jatuh di
bayanganku, tumbuhlah kenangan. Kenangan yang hidup bersama bayanganku.
Menghantuiku.
Seperti masalah masa
pubertas pertama, mendapatkanmu dengan cara berkelahi dengan laki-laki yang
mengejarmu juga. Lak-laki itu ada empat kepala kecil dan badan besar. Yang
kutakutkan, belum sampai menggenggam tanganmu, aku sudah mati babak belur. Dan
ternyata para lelaki itu memang masih berumur belasan tahun. Aku dipermainkan
oleh bocah nakal.
Aku tahu kita ini
memang manusia kurang berpendidikan. Kurang baca buku. Kurang berwawasan. Tapi
bagaimanapun juga aku punya otak untuk berpikir sekadar menyelamatkan hidupku
sendiri. Tapi kau tidak melakukan itu sedikit pun. Aku tidak mengerti. Aku
khawatir bukan main.
Soal perasaanku
kepadamu, kau sama sekali tidak pernah menanyakan lebih jauh. Kalau ada orang
lain yang bertanya kenapa aku mencintaimu yang terlalu bodoh, aku tidak tahu
harus menjawab apa. Aku mencintamu berarti menerima kebodohanmu dengan tulus.
Aku merasa nyaman dan menjadi diriku sendiri saat bersamamu.
Satu bulan lalu, kau
meninggalkanku demi menjalin hubungan dengan laki-laki yang masih sangat muda.
Kau diajari keluar malam. Kau bilang padaku kalau laki-laki itu bisa membawamu
terbang. Apa maksudmu? Ternyata kau diajak “ngebut-ngebutan” di tengah malam.
Itukah yang dinamakan membawamu terbang? Lalu kau bilang lagi kalau laki-laki
itu pandai memelukmu, pandai memanjakanmu. Kau menambahkan lagi kalau aku tidak
ada apa-apanya. Aku memaklumi kekuranganku yang tidak bisa kau terima.
Seiring waktu,
kubiarkan kau masuk ke rumah jagal bocah nakal itu. Kau masuk dengan lembut dan
menawan. Di samping itu, aku berdoa sepanjang waktu: semoga lukamu nanti tidak
membuatku semakin jatuh. Kubiarkan kesayanganku menjelajahi kebodohannya
sementara aku gugup menanti sesuatu buruk terjadi di kemudian hari. Hanya itu
yang bisa kulakukan. Karena aku lemah. Aku tak punya hak untuk melarangmu.
Dan benar saja, di
malam berikutnya, kau meneleponku kalau kau dianiaya kekasihmu. Kau hancur.
Tubuhmu biru. Kau bilang dipaksa melakukan ini dan itu. Kau menangis dan
memerlukan aku. Langsung kutarik jaket yang menempel di belakang pintu dan
berlari menuju pondokmu pada tengah malam. Sepanjang di perjalanan aku
memikirkan hal-hal yang sudah terjadi pada dirimu. Seberapa biru tubuhmu kini.
Seberapa hancur hatimu kini. Aku yang tidak menolongmu dari awal. Aku yang
tidak punya kemampuan untuk meraihmu.
Sampai di pondokmu, aku
tidak menemukan keramaian apa-apa. Gelap dan sepi. Kuketuk pintu kamarmu. Tak
ada jawaban. Kuketuk lebih kencang. Tak ada jawaban. Kupanggil namamu dengan
keras berkali-kali. Tak ada jawaban. Kuteriaki namamu. Tak ada jawaban.
Kudobrak pintumu. Dan. Oh, Tuhan. Senyeri inikah takdirmu? Kau di ranjang
sendirian. Tanpa pakaian. Tubuhmu benar-benar biru pucat. Matamu terbelalak.
Ada sesuatu yang menempel di kelaminmu. Saat kudekati untuk melihat apa itu,
ternyata cangkul telah menyatu dengan tubuhmu. Aku beku.
Di akhir penghabisanmu
yang mengenaskan itu, rasanya aku ingin membunuh semua orang, membakar semua rumah,
lalu bunuh diri dengan memasukkan pistol ke dalam anusku. Habis semua. Tapi
setelah itu, tiba-tiba segala yang aku lihat mirip denganmu. Aku sangat
merindukanmu. Hatiku luruh.
Dua hari kemudian,
kematianmu menghebohkan televisi.
Ditemukan perempuan
mati dengan cangkul masuk ke dalam kelaminnya sampai habis. Sebelumnya
perempuan itu diperkosa oleh kekasih dan tiga teman kekasihnya. Di hari itu
juga, empat pelaku berhasil ditemukan. Dan menurut salah satu pengakuan
tersangka yang menjadi kekasih korban alasan ia melakukan kejahatan itu karena
korban tidak mau berhubungan badan dengannya. Si tersangka geram, hingga
terjadilah petaka itu.
Televisi itu mirip
denganmu.
Mati aku.
_______________________________________
*Cerita terinspirasi
dari berita perempuan yang meninggal dibunuh kekasihnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar