Sabtu, 29 April 2017

Perempuan Bodoh

Oleh Fena Basafiana


Ilustrasi oleh Ariestia Anindita

Di antara kenangan-kenangan yang basah ini, dan di antara waktu yang terus memaksaku menjadi binatang dalam musibahmu. Segala hidup ini mirip denganmu. Aku melihat pengendara di kemacetan, orang-orang yang menyebrang jalan, penjual Koran dan bunga di pinggir jalan, orang-orang yang menunggu bus datang: setiap orang mirip denganmu. Jadi kupikir, meski kenyataannya kau tidak ada di sini, aku selalu melihatmu di setiap langkahku. Cukup menghibur. Cukup menyakitkan.

Pekerja buruh yang sangat mencintaimu ini runtuh, merangkak di pinggir jalan. Bekas perkelahian dengan sesama buruh. Luka-luka di kakiku tergesek. Meninggalkan darah yang menempel di aspal. Butiran-butiran keringat ini beku dan mengeras, jatuh di bayanganku, tumbuhlah kenangan. Kenangan yang hidup bersama bayanganku. Menghantuiku.

Seperti masalah masa pubertas pertama, mendapatkanmu dengan cara berkelahi dengan laki-laki yang mengejarmu juga. Lak-laki itu ada empat kepala kecil dan badan besar. Yang kutakutkan, belum sampai menggenggam tanganmu, aku sudah mati babak belur. Dan ternyata para lelaki itu memang masih berumur belasan tahun. Aku dipermainkan oleh bocah nakal.

Aku tahu kita ini memang manusia kurang berpendidikan. Kurang baca buku. Kurang berwawasan. Tapi bagaimanapun juga aku punya otak untuk berpikir sekadar menyelamatkan hidupku sendiri. Tapi kau tidak melakukan itu sedikit pun. Aku tidak mengerti. Aku khawatir bukan main.

Soal perasaanku kepadamu, kau sama sekali tidak pernah menanyakan lebih jauh. Kalau ada orang lain yang bertanya kenapa aku mencintaimu yang terlalu bodoh, aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku mencintamu berarti menerima kebodohanmu dengan tulus. Aku merasa nyaman dan menjadi diriku sendiri saat bersamamu.

Satu bulan lalu, kau meninggalkanku demi menjalin hubungan dengan laki-laki yang masih sangat muda. Kau diajari keluar malam. Kau bilang padaku kalau laki-laki itu bisa membawamu terbang. Apa maksudmu? Ternyata kau diajak “ngebut-ngebutan” di tengah malam. Itukah yang dinamakan membawamu terbang? Lalu kau bilang lagi kalau laki-laki itu pandai memelukmu, pandai memanjakanmu. Kau menambahkan lagi kalau aku tidak ada apa-apanya. Aku memaklumi kekuranganku yang tidak bisa kau terima.

Seiring waktu, kubiarkan kau masuk ke rumah jagal bocah nakal itu. Kau masuk dengan lembut dan menawan. Di samping itu, aku berdoa sepanjang waktu: semoga lukamu nanti tidak membuatku semakin jatuh. Kubiarkan kesayanganku menjelajahi kebodohannya sementara aku gugup menanti sesuatu buruk terjadi di kemudian hari. Hanya itu yang bisa kulakukan. Karena aku lemah. Aku tak punya hak untuk melarangmu.

Dan benar saja, di malam berikutnya, kau meneleponku kalau kau dianiaya kekasihmu. Kau hancur. Tubuhmu biru. Kau bilang dipaksa melakukan ini dan itu. Kau menangis dan memerlukan aku. Langsung kutarik jaket yang menempel di belakang pintu dan berlari menuju pondokmu pada tengah malam. Sepanjang di perjalanan aku memikirkan hal-hal yang sudah terjadi pada dirimu. Seberapa biru tubuhmu kini. Seberapa hancur hatimu kini. Aku yang tidak menolongmu dari awal. Aku yang tidak punya kemampuan untuk meraihmu.

Sampai di pondokmu, aku tidak menemukan keramaian apa-apa. Gelap dan sepi. Kuketuk pintu kamarmu. Tak ada jawaban. Kuketuk lebih kencang. Tak ada jawaban. Kupanggil namamu dengan keras berkali-kali. Tak ada jawaban. Kuteriaki namamu. Tak ada jawaban. Kudobrak pintumu. Dan. Oh, Tuhan. Senyeri inikah takdirmu? Kau di ranjang sendirian. Tanpa pakaian. Tubuhmu benar-benar biru pucat. Matamu terbelalak. Ada sesuatu yang menempel di kelaminmu. Saat kudekati untuk melihat apa itu, ternyata cangkul telah menyatu dengan tubuhmu. Aku beku.

Di akhir penghabisanmu yang mengenaskan itu, rasanya aku ingin membunuh semua orang, membakar semua rumah, lalu bunuh diri dengan memasukkan pistol ke dalam anusku. Habis semua. Tapi setelah itu, tiba-tiba segala yang aku lihat mirip denganmu. Aku sangat merindukanmu. Hatiku luruh.

Dua hari kemudian, kematianmu menghebohkan televisi.

Ditemukan perempuan mati dengan cangkul masuk ke dalam kelaminnya sampai habis. Sebelumnya perempuan itu diperkosa oleh kekasih dan tiga teman kekasihnya. Di hari itu juga, empat pelaku berhasil ditemukan. Dan menurut salah satu pengakuan tersangka yang menjadi kekasih korban alasan ia melakukan kejahatan itu karena korban tidak mau berhubungan badan dengannya. Si tersangka geram, hingga terjadilah petaka itu.

Televisi itu mirip denganmu.

Mati aku.
_______________________________________

*Cerita terinspirasi dari berita perempuan yang meninggal dibunuh kekasihnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Garin Nugroho Membasuh Pikiran Masyarakat

oleh Fena Basafiana             Bagi para pecinta film Indonesia, pasti sudah tidak asing lagi dengan sosok Garin Nugroho. Ia adalah sut...